Kementerian Keuangan Filipina mencatat program reformasi pajak yang dilaksanakan Presiden Rodrigo Duterte telah menghasilkan tambahan penerimaan senilai P575,8 miliar atau sekitar Rp158,7 triliun sepanjang 2018-2021.
Kemenkeu menyatakan UU Reformasi Pajak untuk Percepatan dan Inklusi (Tax Reform for Acceleration and Inclusion/TRAIN) yang ditetapkan pada 2018 menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk menyelenggarakan tax amnesty.
Dengan UU TRAIN, pemerintah juga dapat memberlakukan tarif pajak yang lebih tinggi dari sebelumnya 32% menjadi sebesar 35% untuk wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan kena pajak melebihi P8 juta atau Rp2,25 miliar per tahun.
Meski membukukan tambahan penerimaan, Kemenkeu juga mencatat pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan berat pada pendapatan negara secara keseluruhan. Kemenkeu memperkirakan potensi pendapatan yang hilang akibat pandemi mencapai P1,71 triliun sejak 2020.
Rasio penerimaan pajak pada pemerintahan Duterte rata-rata tercatat sebesar 14% pada 2017-2021, mendekati era kepresidenan Fidel V. Ramos (1992-1998) yang sebesar 14,2%. Apabila tanpa pandemi, angka itu diestimasi melesat hingga mencapai 14,8%.
“Pengumpulan pajak yang mengesankan dalam 5 tahun pemerintahan ini dapat dikaitkan dengan reformasi pajak yang berani serta upaya digitalisasi dan otomatisasi yang agresif dari badan-badan pengumpul pendapatan sejak Presiden Duterte menjabat pada 2016,” bunyi laporan Kemenkeu
Filipina akan menggelar pemilu untuk memilih presiden pengganti Duterte pada 9 Mei 2022. Sebelum jabatannya berakhir, Duterte menargetkan dapat menyelesaikan semua agenda reformasi pajak yang direncanakan