Dalam kegiatan bisnis, baik sebagai pemberi maupun penerima jasa, penting untuk memahami kewajiban perpajakan, khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dari kegiatan tertentu, salah satunya dari jasa. Sebagai pelaku usaha, apakah Anda tahu kapan harus memotong PPh 23 dan berapa besar tarifnya? Mari pahami secara menyeluruh bersama Hive Five.
Dasar Hukum
Ketentuan mengenai PPh Pasal 23 diatur dalam beberapa regulasi penting berikut:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2023 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021, khususnya untuk jasa konstruksi.
Pengertian PPh 23
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dipotong oleh pihak pemberi penghasilan (biasanya perusahaan) atas penghasilan yang diterima oleh pihak lain (penerima jasa atau vendor), dalam bentuk dividen, bunga, royalti, sewa, dan penghasilan dari jasa tertentu.
Jenis Jasa yang Dikenai PPh 23
Menurut PER-01/PJ/2023, berikut adalah beberapa jenis jasa yang wajib dikenai PPh 23:
1. Jasa Teknik dan Konsultasi : Jasa konsultan hukum, akuntansi, arsitektur, teknik sipil, manajemen, TI, dll.
2. Jasa Manajemen dan Penunjang : Manajemen proyek, rekrutmen tenaga kerja, outsourcing.
3. Jasa Persewaan : Persewaan alat berat, kendaraan, mesin industri, dll.
4. Jasa Perantara dan Agen : Agen perjalanan, agen asuransi, broker properti, perantara dagang.
5. Jasa Lainnya : Event organizer, riset pasar, jasa kebersihan, keamanan, katering (non restoran), dan sejenisnya.
Tarif PPh 23
Tarif PPh 23 dikenakan berdasarkan jenis transaksinya, yaitu:
Jenis Penghasilan | Tarif PPh 23 |
---|---|
Dividen, bunga, royalti | 15% dari bruto |
Sewa & penghasilan lain | 2% dari bruto |
Jasa (jenis tertentu) | 2% dari bruto |
Catatan: Tarif berlaku jika penerima penghasilan memiliki NPWP. Jika tidak, tarif PPh 23 dikenakan 100% lebih tinggi (menjadi 30% atau 4%).
Contoh Penerapan PPh 23
Berikut adalah ilustrasi sederhana:
Kasus: PT Nusantara Sejahtera menyewa jasa konsultan IT dari CV Teknologi Abadi sebesar Rp50.000.000.
Karena termasuk jasa teknik, maka:
a. Dikenai PPh 23 sebesar 2% x Rp50.000.000 = Rp1.000.000.
b. Yang dibayarkan ke CV Teknologi Abadi adalah Rp49.000.000 (setelah dipotong pajak).
PPh 23 sebesar Rp1.000.000 disetorkan oleh PT Nusantara Sejahtera ke kas negara melalui sistem e-Bupot Unifikasi dan dilaporkan dalam SPT Masa PPh 23.
Kewajiban Pemotong PPh 23
Jika Anda adalah pemotong pajak (pemberi penghasilan), maka Anda wajib:
1. Memotong PPh 23 saat pembayaran dilakukan atau saat jatuh tempo.
2. Menyetor pajak paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
3. Melaporkan SPT Masa PPh 23 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Kewajiban ini harus dilakukan secara elektronik melalui e-Bupot (untuk yang diwajibkan).
Penutup
Memahami PPh 23 sangat penting agar tidak terjadi kekeliruan dalam pelaporan dan pembayaran pajak yang dapat berujung pada sanksi administrasi. Jangan sampai lalai! Jika Anda membutuhkan pendampingan dalam penghitungan, pemotongan, atau pelaporan PPh 23, Hive Five siap membantu Anda dengan layanan profesional dan akurat. Hubungi Hive Five sekarang juga untuk konsultasi pajak dan legalitas usaha Anda!
Referensi Hukum
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
b. PER-01/PJ/2023 – Dirjen Pajak.
c. PMK No. 9/PMK.03/2021.
d. Portal DJP – https://pajak.go.id.
e. e-Bupot DJP Online – https://djponline.pajak.go.id.