Banyak kelompok masyarakat di Indonesia membentuk perkumpulan — entah untuk kegiatan sosial, budaya, keagamaan, hingga hobi bersama. Namun, ketika perkumpulan mulai aktif mengelola dana, mengadakan kegiatan berbayar, atau menerima pendapatan lain, pertanyaan penting pun muncul: apakah perkumpulan wajib membayar pajak seperti perusahaan?
Untuk menjawabnya, kita perlu memahami dulu bagaimana hukum di Indonesia memandang perkumpulan, serta kapan kewajiban pajak mulai berlaku bagi entitas semacam ini.
Apa Itu Perkumpulan Masyarakat?
Secara sederhana, perkumpulan adalah bentuk kerja sama antara beberapa orang untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut bisa bersifat sosial, kemanusiaan, keagamaan, budaya, atau pendidikan, dan biasanya tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan pribadi.
Namun secara hukum, tidak semua perkumpulan sama. Ada dua jenis utama:
1. Perkumpulan Tidak Berbadan Hukum
Jenis ini paling sering ditemui di masyarakat. Misalnya, komunitas warga yang mengelola kegiatan sosial, paguyuban RT/RW, atau kelompok pecinta alam.
Untuk mendirikan perkumpulan jenis ini cukup membuat akta notaris dan mendaftarkannya ke Kementerian Dalam Negeri.
Namun, karena belum berbadan hukum, perkumpulan ini tidak bisa bertindak atas nama sendiri di hadapan hukum — semua tanggung jawab masih melekat pada pengurus atau anggotanya.
2. Perkumpulan Berbadan Hukum
Jika perkumpulan ingin memiliki posisi hukum yang lebih kuat — misalnya membuka rekening bank atas nama organisasi, menandatangani kontrak kerja sama, atau menerima hibah resmi — maka perlu menjadi perkumpulan berbadan hukum.
Dasarnya adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2016, yang menyebut bahwa perkumpulan berbadan hukum adalah badan hukum nirlaba yang bertujuan sosial, kemanusiaan, atau keagamaan.
Kedudukan Perkumpulan di Mata Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, istilah badan mencakup banyak bentuk, termasuk perkumpulan.
Pasal 1 angka (3) UU KUP menyatakan bahwa badan adalah:
“Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, termasuk perkumpulan, yayasan, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya.”
Artinya, perkumpulan — meskipun tidak mencari laba — tetap termasuk subjek pajak.
Namun, tidak otomatis wajib membayar pajak, tergantung dari kegiatan dan sumber penghasilannya.
Kapan Perkumpulan Wajib Bayar Pajak?
Kewajiban pajak bagi perkumpulan muncul saat organisasi tersebut menerima penghasilan yang bersifat ekonomis atau komersial.
Misalnya:
- Menyelenggarakan acara berbayar;
- Menjual produk atau jasa untuk kas organisasi;
- Menyewakan fasilitas;
- Menerima honorarium dari pihak ketiga;
- Mendapatkan bunga dari deposito atau investasi.
Dalam kasus seperti itu, perkumpulan dianggap memiliki penghasilan yang menambah kemampuan ekonominya, sehingga wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) sesuai Pasal 2 ayat (1) UU PPh.
Sebaliknya, jika kegiatan hanya bersifat sosial atau non-profit, seperti menerima donasi, sumbangan, atau hibah, maka penghasilan tersebut tidak termasuk objek pajak.
Contoh Perkumpulan yang Tidak Wajib Pajak
Beberapa contoh kasus di mana perkumpulan tidak wajib membayar pajak antara lain:
- Perkumpulan sosial yang hanya menerima sumbangan masyarakat untuk kegiatan amal;
- Kelompok keagamaan yang menerima zakat, infak, atau donasi dan disalurkan kembali untuk kegiatan ibadah;
- Perkumpulan lingkungan yang menerima hibah alat atau dana dari lembaga donor;
- Paguyuban pendidikan yang menggunakan seluruh dana untuk kegiatan belajar dan tidak ada keuntungan yang dibagikan.
Jenis penghasilan semacam ini dikecualikan dari objek pajak sesuai dengan ketentuan UU Pajak Penghasilan.
Daftar Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak
Untuk memperjelas, berikut beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenai pajak:
- Bantuan, hibah, atau sumbangan yang diterima lembaga sosial, pendidikan, atau keagamaan;
- Warisan;
- Dividen antar badan usaha di dalam negeri yang memenuhi syarat tertentu;
- Iuran dana pensiun yang sah;
- Sisa lebih (surplus) lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali untuk kegiatan pendidikan atau penelitian;
- Bantuan sosial dari pemerintah atau lembaga resmi seperti BPJS.
Dengan kata lain, perkumpulan non-profit tidak dibebani pajak sepanjang tidak menjalankan kegiatan usaha atau investasi komersial.
Mengapa Perkumpulan Tetap Harus Punya NPWP?
Meskipun belum tentu membayar pajak, setiap perkumpulan tetap wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan melakukan pelaporan tahunan (SPT).
Ini penting karena:
- Menunjukkan kepatuhan hukum dan tata kelola organisasi yang profesional.
- Diperlukan saat menerima bantuan atau hibah dari lembaga donor atau pemerintah.
- Menjadi syarat administratif untuk membuka rekening bank atau mengikuti kerja sama resmi.
- Menghindari sanksi administratif jika sewaktu-waktu terdeteksi melakukan kegiatan usaha.
Pelaporan pajak juga bisa dilakukan dengan status nihil, artinya tidak ada pajak terutang tetapi tetap melapor sesuai ketentuan.
Langkah Memastikan Kepatuhan Pajak Perkumpulan
Agar perkumpulan tidak salah langkah, berikut beberapa langkah praktis:
- Daftarkan perkumpulan Anda secara resmi di Kementerian Hukum dan HAM.
- Buat NPWP badan di Kantor Pajak setempat.
- Pisahkan rekening dan pembukuan organisasi dari keuangan pribadi pengurus.
- Identifikasi sumber dana: mana yang bersifat komersial dan mana yang sosial.
- Gunakan jasa konsultan legal dan pajak, seperti Hive Five, agar klasifikasi pajak Anda sesuai peraturan terbaru.
- Lakukan pelaporan pajak tahunan (SPT) tepat waktu, walaupun tidak ada pajak yang dibayar.
Manfaat Menjalankan Kewajiban Pajak Secara Benar
- Citra organisasi lebih kredibel. Perkumpulan yang tertib pajak lebih dipercaya publik dan calon mitra.
- Mudah memperoleh izin dan kerja sama. Banyak instansi mewajibkan bukti kepatuhan pajak.
- Terhindar dari sanksi hukum. Pajak yang tidak dilaporkan bisa menimbulkan denda dan bunga.
- Mendukung transparansi dana publik. Terutama jika dana perkumpulan berasal dari masyarakat atau hibah.
Kesimpulan
Pajak bukan semata beban, melainkan bagian dari tanggung jawab hukum dan transparansi organisasi. Perkumpulan masyarakat tetap termasuk subjek pajak, namun kewajiban membayar pajak hanya berlaku jika terdapat aktivitas usaha atau penghasilan komersial.
Bagi perkumpulan sosial, keagamaan, atau pendidikan yang tidak mencari laba, penghasilan seperti sumbangan dan hibah tidak dikenakan pajak, tetapi tetap perlu melapor dan memiliki NPWP sebagai bentuk kepatuhan hukum.
Jika Anda sedang membentuk atau mengelola perkumpulan, Hive Five siap membantu Anda dari proses pendirian akta, pengesahan badan hukum, pembuatan NPWP, hingga konsultasi pajak dan legalitas lembaga.
Dengan dukungan profesional Hive Five, Anda bisa menjalankan aktivitas sosial atau komunitas dengan lebih tenang dan patuh hukum.